Pengembangan Wilayah

Pemekaran Wilayah Kecamatan ABAD bagian selatan dalam Tinjauan Pengembangan Wilayah

Rencana Pemekaran wilayah merupakan fenomena biasa dan lazim didengar pada era otonomi daerah saat ini. Maraknya pemekaran wilayah pada berbagai daerah menunjukkan bahwa upaya percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilaksanakan melalui pemekaran wilayah. Tujuan utama dari pemekaran wilayah ini sesungguhnya adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan pemerintah yang bermuara pada tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Proses Pemekaran Wilayah Kecamatan Alor Barat Daya (ABAD) bagian selatan yang sedang berlangsung saat ini mungkin tidak banyak diketahui masyarakat Kabupaten Alor jika dibandingkan dengan rencana pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pantar. Proses pemekaran Kecamatan ABAD bagian selatan sebenarnya bukanlah isu baru dalam perjalanan roda pemerintahan di Kabupaten Alor. Proses pemekaran ini sebenarnya sudah pernah diinisiasi beberapa tahun yang lalu bersamaan dengan pemekaran kecamatan sebelumnya, namun sampai saat ini belum terwujud. Proses pemekaran kembali digulirkan dengan semangat yang makin kuat yakni ingin mempercepat pembangunan di desa-desa pesisir selatan Kecamatan ABAD.

Berbagai program dan kegiatan pemerintah Daerah dalam merealisasikan pemekaran Kecamatan ABAD juga memperlihatkan gambaran nyata adanya kemauan politik pemerintah Daerah dalam mewujudkan terlahirnya wilayah baru dari ‘rahim’ Kabupaten Alor. Pada tataran kebijakan dapat dilihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2014 – 2019, yakni untuk mewujudkan kabupaten alor yang mandiri dan terbaik dalam indeks pembangunan manusia melalui kepemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka salah satu misinya tersirat kebijakan pengembangan wilayah yakni “Mewujudkan pembangunan sarana dan prasarana yang representatif di Wilayah strategis, wilayah perbatasan dan wilayah terisolir yang berwawasan lingkungan”. Pemekaran wilayah Kecamatan ABAD merupakan salah satu upaya untuk meciptakan wilayah-wilayah strategis yang masih terisolir karena sulitnya akses transportasi dan minimnya infrastruktur pendukung pelayanan masyarakat.

Berbicara mengenai pemekaran desa, kecamatan ataupun kabupaten tidak terlepas dari aspek pengembangan wilayah (Regional Development). Pengembangan wilayah merupakan upaya meningkatkan pertumbuhan wilayah yang tersebar secara merata (sosial maupun spasial/keruangan) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta dilakukan secara berkelanjutan (Muta’ali, 2014). Pemekaran Kecamatan ABAD juga tidak terlepas dari aspek pengembangan wilayah karena pemekaran Kecamatan ABAD dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antara wilayah dalam kecamatan ABAD maupun antara kecamatan ABAD dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Alor. Luasnya wilayah Kecamatan ABAD disertai dengan kendala topografis yang ada menyebabkan pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini terkesan lebih fokus pada wilayah Kel. Moru (Kota Moru) dan desa-desa penyangganya. Desa-desa lain yang terletak jauh dari Kota Moru masih sulit untuk berkembang karena berbagai kendala yang dihadapi.

Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai alasan, peluang dan tantangan pemekaran, alangkah baiknya perlu diketahui terlebih dahulu gambaran umum Kecamatan ABAD. Kecamatan ABAD merupakan salah satu dari 17 Kecamatan di Kabupaten Alor yang beribukota di Moru. Kecamatan ABAD terdiri dari 1 Kelurahan (Moru) dan 19 Desa dengan luas sekitar 44.797 Ha atau mencapai 15,29% dari luas wilayah Kabupaten Alor. Luasan tersebut menjadikan Kecamatan ABAD sebagai kecamatan kedua terluas setelah Kecamatan Alor Timur sekaligus sebagai kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan terbanyak. Secara topografi wilayah ini didominasi oleh lereng perbukitan sedang hingga terjal dengan kemiringan lebih dari 250 yang mencapai kurang lebih 54%, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran pantai dan perbukitan landai dengan kemiringan kurang dari 250. Sebagian besar wilayah landai tersebar pada wilayah desa-desa pesisir, sementara untuk desa-desa lainnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 150. Dari aspek demografi, jumlah penduduk Kecamatan ABAD sejumlah 22.831 jiwa atau 11,3% dari total  jumlah penduduk Kabupaten Alor, sekaligus sebagai Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak kedua setelah Kecamatan Teluk Mutiara.

Berdasarkan usulan pemekaran Kecamatan ABAD Selatan sebagaimana dikutip dari https://KABARALORNTT.WORDPRESS.COM bahwa masyarakat 7 Desa di wilayah pantai selatan kecamatan ABAD telah menyamakan persepsi, menyatukan tekad dan mensinergikan langkah untuk bersama mewujudkan terbentuknya Kecamatan ABAD Selatan. Tujuan pembentukan kecamatan ABAD Selatan sebagaimana disampaikan ketua Panitia Pemakaran yaitu dalam rangka mendekatkan dan melancarkan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Ketujuh desa dimaksud yaitu : Desa Kuifana, Desa Wakapsir Timur, Desa Wakapasir, Desa Orgen, Desa Tribur, Desa Manatang dan Desa Margeta.

Banyak faktor yang melatarbelakangi pemekaran suatu wilayah. World Bank (2001) dalam Udiarto (2015) mencantumkan empat faktor pendorong adanya pemekaran wilayah pada era pasca reformasi, yaitu: 1) Motif untuk efektivitas/efisiensi administrasi pemerintahan mengingat wilayah daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar dan ketertinggalan pembangunan; 2) kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa, agama, dan lain-lain); 3) adanya kemajuan fiskal yang dijamin undang-undang; 4) motif pemburu rente para elit. Alasan utama pemekaran wilayah Kecamatan ABAD menurut hipotesis saya adalah karena faktor pertama tersebut. Kurangnya efektivitas dan efisiensi administrasi pemerintahan terkait dengan luasnya wilayah tentunya akan menimbulkan ketertinggalan pembangunan pada suatu wilayah. Kecamatan ABAD merupakan kecamatan kedua terluas di Kabupaten Alor sekaligus Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak. 7 Desa yang akan memekarkan diri membentuk Kecamatan ABAD Selatan secara geografis terletak di pesisir pantai selatan wilayah Kecamatan ABAD (lihat Peta Administrasi). Sebenarnya dari identitas nama kecamatan ‘ABAD Selatan’ sudah menunjukkan letak geografis rencana kecamatan baru tersebut dan mungkin juga terdengar aneh jika ditinjau dari arah mata angin. Menurut informasi dari beberapa informan bahwa salah satu kendala yang menghambat proses pemekaran kecamatan ini pada periode sebelumnya terkait masalah nama Kecamatan. Walaupun kata Wiiliam Shakespeare “Apalah arti sebuah nama”, tetapi oleh masyarakat ABAD yang masih memegang prinsip adatiah ternyata masalah nama cukup krusial bagi mereka. Akhirnya melalui kesepakatan segenap pihak ditetapkanlah nama Kecamatan “ABAD Selatan” (dibaca : ABAD Selatan, bukan Alor Barat Daya Selatan) sebagai bakal nama kecamatan baru yang akan dibentuk.

Untuk memahami lebih jauh alasan yang melatarbelakangi keinginan masyarakat Kecamatan ABAD untuk membentuk satu kecamatan lagi maka perlu digambarkan secara umum kondisi pembangunan di Kecamatan ABAD. Sampai dengan saat ini beberapa desa di Kecamatan ABAD khususnya 7 Desa tersebut (Kuifana, Wakapsir Timur, Wakapasir, Orgen, Tribur, Manatang dan Margeta) masih sulit diakses melalui jalur transportasi darat karena kualitas jalan yang belum baik. Ruas jalan provinsi dan jalan kabupaten untuk mencapai ketujuh desa tersebut sebagian besar masih dalam kondisi rusak namun terus ditingkatkan kualitasnya seiring dengan peningkatan kualitas jalan di kabupaten Alor.

Selain kondisi infrastruktur jalan, gambaran umum Kecamatan ABAD dapat ditinjau dari aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang sumber datanya diperoleh dari BPS (2017). Pada aspek kesehatan khususnya jumlah fasilitas kesehatan, ditemukan bahwa Puskesmas 1 unit hanya terdapat di Desa Tribur. Sementara Puskesmas Pembantu 1 unit di Desa Wakapsir, Polindes 1 unit di Desa Margeta dan 1 unit di Desa Kuifana. Data ini memang menunjukkan masih kurangnya fasilitas kesehatan pada ketujuh desa tersebut untuk melayani 6.222 jiwa penduduk 7 Desa. Apalagi jika dikaitkan dengan luasnya wilayah ketujuh desa dengan akses jalan yang kurang baik maka jumlah tersebut dapat dikatakan belumlah cukup untuk melayani masyarakat di wilayah ini.

Dari aspek Pendidikan dapat ditinjau dari fasilitas pendidikan yang ada di ketujuh desa pemekaran. Sampai saat ini hanya ada 1 SMA negeri di Desa Tribur, ada 4 unit SMP Negeri masing-masing 1 di Desa Manatang, Tribur, Kuifana dan Wakapsir. Jumlah fasilitas pendidikan tersebut walaupun masih ‘kurang’ jika dikaitkan dengan luasnya wilayah dan akses transportasi namun jumlahnya meningkat pesat jika dibandingkan lima tahun lalu. Tahun 2012 di tujuh desa tersebut masih belum ada SMA dan hanya terdapat 1 unit SMP di Desa Tribur dan 1 unit SMP di Desa Wakapsir. Untuk aspek ekonomi, ditinjau dari keberadaan pasar mingguan dan jumlah toko/kios. Dari ketujuh desa tersebut hanya desa Tribur yang memiliki pasar mingguan, sedangkan enam desa lainnya tidak memiliki pasar mingguan. Demikian halnya dengan jumlah toko/kios, Desa Tribur merupakan desa yang terbanyak jumlah toko/kiosnya dibanding enam desa lainnya.

Dari beberapa pertimbangan sebagaimana disampaikan sebelumnya, serta dikaitkan dengan pertimbangan luasan wilayah dan kondisi topografi termasuk sebaran penduduk maka langkah pemekaran wilayah dianggap sebagai salah satu solusi dalam mempercepat pembangunan di Kecamatan ini. Salah satu alasan dalam pemekaran wilayah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pemekaran dalam bentuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu pemekaran wilayah diharapkan akan terjadi pengembangan wilayah dengan terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru pada wilayah pemekaran.

Mengapa desa-desa di Pantai Selatan Kecamatan ABAD perlu dimekarkan dari Kecamatan ABAD? Pertanyaan ini akan coba dijawab dengan paparan lebih lanjut berikut ini.

Dalam RTRW Kabupaten Alor (2013), Kota Moru direncanakan sebagai Pusat Kegiatan lokal Promosi dan Kota Buraga sebagai kawasan ekonomi cepat tumbuh. Pada kenyataannya saat ini, kedua kota tersebut tumbuh sebagai pusat pertumbuhan di wilayah kecamatan ABAD. Kedua wilayah itu tumbuh lebih cepat dibanding wilayah (desa) sekitarnya. Kondisi ini sesuai teori pertumbuhan wilayah yang pertama kali disampaikan Perroux (Muta’ali, 2014) bahwa pertumbuhan atau pembangunan tidak terjadi pada semua wilayah, tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbeda-beda intensitasnya. Untuk mempercepat tingkat perkembangan wilayah perlu dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru yang akan memberikan efek sebar (spread effect) dan efek tetesan kebawah (trickle down effect) kepada wilayah sekitarnya, karena pusat pertumbuhan menjadi penggerak utama pembangunan pada suatu wilayah.

Tujuan dari pemekaran wilayah sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari tujuan pengembangan wilayah yaitu senantiasa berdimensi pertumbuhan, pemerataan, kesejahteraan dan keberlanjutan. Beberapa literatur dan  pengembangan wilayah secara umum menjelaskan bahwa ada tiga kunci pengembangan wilayah, yaitu faktor intraregion, interregion dan supraregion. Ketiga faktor tersebut senantiasa mempengaruhi perkembangan wilayah yang berdampak pada tercapainya tujuan pengembangan wilayah. Untuk menjelaskan peluang Kecamatan ABAD Selatan terkait dengan kunci pengembangan wilayah dapat dijelaskan berikut ini.

  1. Faktor Intraregion, berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah yang dapat berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Semakin tinggi faktor sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah akan semakin tinggi peluang wilayah tersebut mengalami perkembangan. Ketujuh desa calon pembentuk Kecamatan ABAD Selatan memiliki kandungan sumberdaya alam yang cukup melimpah. Desa Wakapsir dan Wakapsir Timur memiliki potensi bahan galian mineral logam emas, perak dan timah hitam. Kedua desa ini juga memiliki manifestasi panas bumi dan residu minyak bumi di beberapa lokasi. Desa-desa lainnya memiliki potensi perkebunan, peternakan dan pertanian yang menjanjikan untuk dikembangkan. Selain itu, Desa Tribur berpotensi dikembangkan menjadi pusat ekonomi wilayah ini yang dapat dikembangkan sebagai pasar perbatasan dengan negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTR). Potensi-potensi sumberdaya tersebut dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan yang berpotensi memiliki multiplier effect pada sektor lainnya.
  2. Faktor interregion, berkaitan dengan faktor interaksi, ketergantungan dan keterjangkauan dengan wilayah lain. Secara regional, Posisi wilayah Kecamatan ABAD Selatan pada wilayah pesisir selatan Pulau Alor yang berbatasan laut langsung dengan negara (RDTR) tentunya berpeluang untuk berkembang melalui pasar perbatasan kedua negara. Selain itu secara internal Kabupaten Alor, letak calon kecamatan ini diantara Kecamatan ABAD dan Mataru sebagai jalur rencana jalan lingkar selatan – timur yang menghubungkan wilayah Kecamatan Alor Timur dengan Kecamatan ABAD. Posisi ini menjadikan Kecamatan ABAD Selatan memiliki keterkaitan dengan wilayah lain yang tentunya berdampak pada tingkat perkembangan wilayah Kecamatan ABAD selatan itu sendiri.
  3. Faktor supraregion (kebijakan), berkaitan dengan kebijakan, politik, dan manajemen pimpinan wilayah. Secara kebijakan, dalam RTRW Kabupaten Alor telah tercantum Kota Buraga sebagai kawasan ekonomi cepat tumbuh yang merupakan bagian dari Kawasan Strategis Kabupaten Alor yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup daerah terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. Amanat ini yang telah diaktualisasikan dengan terciptanya kota Buraga sebagai pusat ekonomi di wilayah ini. Selain itu, dalam RPJMD Kabupaten Alor 2015 – 2019 juga telah mengarahkan pembangunan periode ini pada wilayah-wilayah strategis yang memiliki dampak tehadap pengembangan sektor lainnya sehingga dapat membuka keterisoliran suatu wilayah. Lebih jauh lagi secara politik tentunya dengan jumlah penduduk yang cukup besar dan secara budaya terdiri dari suku-suku besar di Kecamatan ABAD tentunya berdampak pada kebijakan politis pimpinan daerah kedepannya.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses pemekaran wilayah Kecamatan ABAD Selatan ini mengenai calon ibukota Kecamatan. Jika ditilik dari aspek geografi dan pengembangan wilayah tentu saja Kota Buraga di Desa Tribur layak dinominasikan sebagai calon ibukota Kecamatan ini. Disamping memiliki luas wilayah terbesar, secara topografi wilayah Desa Tribur memiliki luas wilayah dataran dengan kemiringan lahan < 150 terbesar dari ketujuh desa yang ada (lihat Peta Kemiringan Lereng). Kota Buraga sebagai calon Ibukota Kecamatan ABAD Selatan juga sudah memiliki fasilitas-fasilitas pelayanan pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana fungsi kota secara umum. Sebuah kota secara ideal dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan. Kedua fungsi tersebut sudah dimiliki Kota Buraga saat ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya, sehingga lebih mudah untuk mengembangkan kota Buraga sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan yang akan memberikan efek sebar terhadap desa-desa sekitarnya.

Semoga pemekaran Kecamatan ABAD segera terealisasi dan masyarakat Kecamatan ABAD Selatan secara umum dapat menikmati manisnya ‘buah’ pemekaran ini. Dan semoga dengan terbentuknya Kecamatan ABAD Selatan nantinya akan memicu pemekaran-pemekaran wilayah selanjutnya dalam rangka percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Alor.

peta admin ABAD dan Peta Kemiringan Lereng

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s